Kamis, 30 Juni 2011

Pandawa Samrat

Alkisah, setelah Pandawa berhasil membuka hutan Wanamarta dan berhasil mendirikan negara Amarta atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur lepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya. Yaitu statu selamatan yang harus dihadiri 100 raja. Pada saat yang sama Jarasanda juga mengadakan upacara, sesaji ludra. Sesaji itu ditujukan pada Bethara Kala. Namun sesaji itu sesat. Karena yang harus dipersembahan kepada Bethara Kala adalah berupa bekakak panggang dari 100 raja.

Jarasanda dari Magada sudah berhasil mengalahkan dan menangkap 97 raja untuk dijadikan persembahan. Sehingga hanya tinggal 3 raja lagi yang masih perlu ditaklukkan. Yaitu raja Dwarawati Sri Kresna, raja Madura Sri Baladewa, dan raja Amarta pura Puntodewa. Tentu saja ketiganya melawan. Mereka menyamar menjadi Brahmana, masuk ke istana Jalatanda lewat pintu belakang. Jarasanda dinasihati ketika Pendawa itu, namun menolak. Terjadilah perang antara Pendawa dan Jarasanda. Jarasanda berhasil dibunuh oleh Bima.

Sehingga ke sembilan puluh tujuh raja yang ditawan dapat dibebaskan . Mereka dijadikan Sumitra kerajaan Pendawa. Suatu ketika diadakanlah Pandawa Samrat di kerajaan Indraprasta. Pandawa Samrat adalah pertemuan pengangkatan Pandawa menjadi pemimpin di kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya. Pada pertemuan itu, pihak Pandawa sebagai tuan rumah meminta Resi Bisma yang tertua di antara hadirin sebagai juru bicara merangkap sebagai ketua upacara. Tapi Bisma sendiri sebagai resi melimpahkannya kepada Sri Kresna. Bisma tahu, Kresna adalah titisan Wisnu. Tentu kebijaksanaannya melebihi seorang resi. Pendapat Bisma ini didukung oleh Baladewa, Drupada, dan Widura yang juga mengetahui tenang diri Kresna.

Akhirnya semua undangan mendukung Kresna memegang jabatan sebagai ketua upacara. Tiba-tiba Supala bangkit berdiri dan berbicara dengan suara lantang, “Saya tidak setuju! Dia masih muda. Banyak yang lebih pintar bicara dan lebih terhormat di sini.” Supala memberi alasan seperti itu untuk menutupi bahwa sebenarnya ia mendendam pada Sri Kresna. “Supala, aneh kedengarannya. Ingat, suara terbanyak memilih Sri Kresna menjadi ketua,” kata Resi Bisma. “Pokoknya saya tidak setuju. Saya juga tahu bahwa rajasuya ini pun merupakan rencana Kresna …,” kata Supala lagi. “supala, kamu bicara seenaknya. Kalau tidak setuju, boleh keluar. Pergi sebelum kupatahkan lehermu!” “Saya bebas mengeluarkan pendapat. Saya tidak ingin Kresna menjadi ketua pertemuan,” bantah Supala.


Akhirnya Kresna bangkit berdiri dan berkata dengan suara yang dalam, “Supala, kau telah menghinaku di depan umum.” “Memang. Bahkan lebih banyak, lebih baik bagiku….” Balas Supala. “Penghinaanmu itu harus kau pertanggungjawabkan. Kita sama-sama ksatria.” “Aku tak akan undur Kresna. Aku siap menanggung apa yang kuucapkan.” Baladewa terkejut mendengar kata-kata Supala. Ia teringat akan sumpah Kresna waktu masih muda di hadapan orang tua Supala. “Baik Supala, mari kita keluar untuk menyelesaikan secara ksatria,” kata Kresna. “Aku ladeni. Akan kutunjukkan Supala tak takut pada Sri Kresna yang terkenal digjaya.”

Kedua ksatria ini sebetulnya masih saudara misan. Tapi Supala bukan tandingan Kresna. Semua kesaktian Supala luluh dihadapan Kresna , tetapi Supala tetap keras kepala. Ia tetap melawan secara nekad walaupun sudah jungkir balik. Akhirnya Supala tewas di tangan Kresna.

Begitulah takdir yang sudah diduga Baladewa bahwa Supala akan mati di tangan seorang titisan Wisnu, yang sekaligus juga sebagai orang yang menyembuhkannya dari cacat lahirnya saat ia masih sangat muda.

tancep kayon.

Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/07/20/pandawa-samrat-2/

Minggu, 26 Juni 2011

gatotkaca


Gatotkaca, terkenal sebagai ksatria perkasa berotot kawat bertulang besi. Ia adalah anak Bima, ibunya bernama Dewi Arimbi. Dalam pewayangan, Gatotkaca adalah seorang raja muda di Pringgadani, yang rakyatnya hampir seluruhnya terdiri atas bangsa raksasa. Negeri ini diwarisinya dari ibunya. Sebelum itu, kakak ibunya yang bernama Arimba, menjadi raja di negeri itu. Sebagai raja muda di Pringgadani, Gatotkaca banyak dibantu oleh patihnya, Brajamusti, adik Arimbi.

Begitu lahir di dunia, Gatotkaca telah membuat huru-hara. Tali pusarnya tidak dapat diputus. Berbagai macam pisau dan senjata tak mampu memotong tali pusar itu. Akhirnya keluarga Pandawa sepakat menugasi Arjuna mencari senjata ampuh untuk keperluan itu. Sementara itu para dewa pun tahu peristiwa itu. Untuk menolongnya Batara Guru mengutus Batara Narada turun ke bumi membawa senjata pemotong tali pusar Gatotkaca. Namun Batara Narada membuat kekeliruan.

Senjata, yang bernama Kunta Wijayandanu, itu bukan diserahkan pada Arjuna, me-lainkan pada Karna yang wajah dan penampilannya mirip Arjuna. Untuk memperoleh senjata pemberian dewa itu Arjuna terpaksa mencoba merebutnya dari tangan Karna. Usahanya ini tak berhasil. Arjuna hanya dapat merebut sarung (warangka) senjata sakti itu. Sedangkan bilah senjata Kunta tetap dilarikan Karna. Untunglah ternyata sarung Kunta itu pun dapat digu-nakan memotong tali pusar Gatotkaca. Namun, begitu tali pusar itu putus, warangka Kunta langsung melesat masuk ke dalam pusar bayi itu.

Setelah tali pusarnya putus, atas izin Bima dan keluarga Pandawa lainnya, Gatotkaca dibawa Batara Narada ke Kahyangan untuk meng-hadapi Kala Sakipu dan Kala Pracona yang mengamuk. Mula-mula Bima dan Dewi Arimbi tidak merelakan anaknya yang baru lahir itu dibawa Narada. Namun, setelah dewa itu menjelaskan bahwa me-nurut ramalan para dewa, Kala Sakipu dan Kala Pracona memang hanya dikalahkan oleh bayi yang di-namakan Tutuka itu, Bima dan Arimbi mengizinkan.

Di kahyangan, Bayi Tutuka langsung ditaruh dihadapan kedua raksasa sakti itu. Kala Sakipu langsung memungut bayi itu dan mengunyahnya, tetapi ternyata Tutuka bukan bayi biasa. Tubuhnya tetap utuh, walaupun raksasa itu mengunyah kuat-kuat.

Karena kesal, bayi itu dibantingnya sekuat tenaga ke tanah. Tutuka pingsan.

Setelah ditinggal pergi kedua raksasa itu, Bayi Tutuka diambil olah Batara Narada, dan dimasukkan ke Kawah Candradimuka.

Di sini Gatotkaca digembleng oleh Empu Batara Anggajali. Setelah penggemblengan selesai, begitu muncul kembali dari Kawah Candradimuka, bayi itu sudah berubah ujud menjadi ksatria muda yang perkasa. Ia mengenakan Caping Basunanda, penutup kepala gaib, yang menyebabkannya tidak akan kehujanan dan tidak pula kepanasan. Ia juga mengenakan terompah Padakacarma yang jika digunakan menendang, musuhnya akan mati.

Para dewa lalu menyuruhnya berkelahi melawan bala tentara raksasa pimpinan Prabu Kala Pracona dan Patih Kala Sakipu lagi. Gatotkaca ternyata sanggup menunaikan tugas itu dengan baik. Kala Pracona dan Kala Sakipu dapat dibunuhnya.

Dalam pewayangan Gatotkaca mempunyai tiga orang istri. Istri pertamanya Dewi Pregiwa, anak Arjuna. Istrinya yang kedua Dewi Sumpani, dan yang ketiga Dewi Suryawati, putri Batara Surya. Dari perkawinan dengan Pergiwa, Gatotkaca mendapat seorang anak bernama Sasikirana. Dengan Dewi Sumpani ia mempunyai anak bernama Arya Jayasumpena. Sedangkan Suryakaca adalah anaknya dari Dewi Suryawati.
Pementasan Wayang orang berlakon Gatotkaca, diambil dari http://tokohwayang.wordpress.com/2009/11/08/gatotkaca-2/

Dalam Baratayuda Gatotkaca diangkat menjadi senapati dan gugur pada hari ke-15 oleh senjata Kunta yang dilemparkan Karna. Senjata Kunta Wijayandanu itu melesat menembus perut Gatotkaca melalui pusarnya dan masuk ke dalam warangkanya. Saat berhadapan dengan Adipati Karna sebenarnya Gatotkaca sudah tahu akan bahaya yang mengancam jiwanya. Karena itu ketika Karna melemparkan senjata Kunta, ia terbang amat tinggi. Namun senjata sakti itu terus saja memburunya, sehingga akhirnya Gatotkaca gugur. Ketika jatuh ke bumi, Gatotkaca berusaha agar jatuh tepat pada tubuh Adipati Karna, tetapi senapati Kurawa itu waspada dan cepat melompat menghindar sehingga yang hancur hanyalah kereta perangnya.

Sebenarnya, sewaktu berhadapan dengan Gatotkaca, Adipati Karna enggan menggunakan senjata Kunta. Ia merencanakan hanya akan menggunakan senjata sakti itu bila nanti berhadapan dengan Arjuna. Namun ketika Prabu Anom Duryudana menyaksikan betapa Gatotkaca telah menimbulkan banyak korban dan kerusakan di pihak Kurawa, ia mendesak agar Karna menggunakan senjata pamungkas itu.

Akibatnya, sesudah Gatotkaca gugur, sebenarnya Karna sudah tidak lagi memiliki senjata sakti yang benar-benar dapat diandalkan.

Sebagai raja muda Pringgadani, Gatotkaca bergelar Prabu Anom Kacanagara. Namun, gelar ini hampir tidak pernah disebut dalam pergelaran wayang. Nama lain Gatotkaca yang lebih terkenal adalah Tutuka, Guritna, Gurubaya, Purbaya, Bimasiwi, Krincingwesi, Arimbiatmaja, dan Bimaputra. Pada Wayang Golek Purwa Sunda, ada lagi nama alias Gatotkaca, yakni Kalananata, Kancingjaya, Trincingwesi, dan Mladangtengah.

Gatotkaca amat sayang pada sepupunya, Abimanyu. Sewaktu Abimanyu hendak menikah dengan Dewi Siti Sundari, Gatotkaca banyak memberikan bantuannya.

Pengangkatan Gatotkaca sebagai penguasa Pringgadani sebenarnya tidak disetujui pamannya, Bra-jadenta. Adik Dewi Arimbi ini menganggap dirinya lebih pantas menduduki jabatan itu, karena ia le-laki, dan anak kandung Prabu Trembaka — raja Pring-gadani terdahulu. Untuk berhasilnya pemberontakan yang dilakukannya Brajadenta minta dukungan Batari Durga dan Kurawa. Namun pemberontakan ini gagal karena Brajadenta ditentang adik-adiknya, terutama Brajamusti. Brajadenta akhirnya mati bersama-sama dengan Brajamusti, ketika mereka berperang tanding. Arwah Brajadenta akhirnya menyusup ke telapak tangan kanan Gatotkaca, sedang arwah Brajamusti di tangan kirinya. Dengan demikian kesaktian Gatotkaca makin bertambah.

Gatotkaca pernah melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya. Ia sampai hati membunuh Kalabendana, hanya karena pamannya itu mengatakan pada Dewi Utari bahwa Abimanyu akan menikah lagi dengan Dewi Utari. Padahal Kalabendana adalah pengasuhnya sejak bayi, dan amat menyayangi Gatotkaca.

Menjelang ajalnya, Kalabendana mengatakan bahwa ia tidak mau masuk ke sorga bilamana tidak bersama-sama dengan Gatotkaca. Karena itu, ketika Gatotkaca menghindari senjata Kunta Wijayanda-nu dengan cara terbang setinggi-tingginya, arwah Kalabendana mendorong senjata sakti itu sehingga dapat mencapai pusar putra kesayangan Bima itu.

Beberapa tahun menjelang Baratayuda, Gatotkaca pernah bertindak kurang bijaksana. Ia mengum-pulkan saudara-saudaranya, para putra Pandawa, untuk mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra. Tindakannya ini dilakukan tanpa izin dan pemberita-huan dari para Pandawa.

Baru saja latihan perang itu dimulai, datanglah utusan dari Kerajaan Astina yang dipimpin oleh Dursala, putra Dursasana, yang menuntut agar latihan perang itu segera dihentikan. Gatotkaca dan saudara-saudaranya menolak tuntutan itu. Maka terjadilah perang tanding antara Gatotkaca dengan Dursala.

Pada perang tanding itu Gatotkaca terkena pukulan Aji Gineng yang dimilliki oleh Dursala, sehingga pingsan. Ia segera diamankan oleh saudara-saudaranya, para putra Pandawa. Di tempat yang aman Antareja menyembuhkannya dengan Tirta Amerta yang dimilikinya. Gatotkaca langsung pulih seperti sedia kala. Namun, ia sadar, bahwa kesaktiannya belum bisa mengimbangi Dursala. Selain malu, Gatotkaca saat itu juga tergugah untuk menambah ilmu dan kesaktiannya.

Ia lalu berguru pada Resi Seta, putra Prabu Matswapati dari Wirata. Dari Resi Seta putra Bima itu mendapatkan Aji Narantaka. Setelah menguasai ilmu sakti itu Gatotkaca segera pergi mencari Dursala. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Dewi Sumpani, yang menyatakan keinginannya untuk diperistri. Gatotkaca menjawab, jika mampu menerima hantaman Aji Na rantaka, maka ia bersedia memperistri wanita cantik itu.

Berbagai Lakon yang Melibatkan Gatotkaca

1. Gatotkaca Lair (Lahirnya Gatotkaca)
2. Pregiwa – Pregiwati
3. Gatotkaca Sungging
4. Gatotkaca Sewu
5. Gatotkaca Rebutan Kikis
6. Wahyu Senapati
7. Brajadenta – Brajamusti
8. Kalabendana Lena
9. Gantotkaca Rante
10. Subadra Larung
11. Aji Narantaka
12. Gatotkaca Gugur

Dewi Sumpani ternyata mampu menahan Aji Narantaka. Sesuai janjinya, Gatotkaca lalu memperistri Dewi Sumpani. Dari perkawinan itu mereka kelak mendapat anak yang diberi nama Jayasumpena.

Keinginan Gatotkaca untuk bertemu kembali dengan Dursala akhirnya terlaksana. Dalam pertem-puran yang kedua kalinya ini, dengan Aji Narantaka itu Gatotkaca mengalahkan Dursala.

Meskipun Gatotkaca selalu dilukiskan gagah perkasa, tetapi pecinta wayang pada umumnya tidak menganggapnya memiliki kesaktian yang hebat. Dalam pewayangan, lawan-lawan Gatotkaca biasanya hanyalah raksasa-raksasa biasa, yakni Butaprepat, yang seringkali dibunuhnya dengan cara memuntir kepalanya. Dalam perang melawan raksasa, Gatotkaca selalu bahu membahu dengan Abimanyu. Gatotkaca menyambar dari udara, dan Abimanyu di darat.

Lawan-lawan Gatotkaca yang cukup sakti, hanyalah Prabu Kala Pracona, Patih Kala Sakipu, Boma Narakasura, dan Dursala.

Karena Dewi Arimbi sesungguhnya seorang raseksi (raksasa perempuan), maka dulu Gatotkaca dalam Wayang Kulit Purwa digambarkan berujud raksasa, lengkap dengan taringnya. Namun sejak Susuhunan Paku Buwana II memerintah Kartasura, penampilan peraga wayang Gatotkaca dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa diubah menjadi ksatria tampan dan gagah, dengan wajah mirip Bima. Yang diambil sebagai pola adalah bentuk seni rupa wayang peraga Antareja tetapi diberi praba.

Nama Gatotkaca yang diberikan pada anak Bima ini berarti ‘rambut gelung bundar’. Gatot artinya se-suatu yang berbentuk bundar, sedangkan kata kaca artinya rambut. Nama itu diberikan karena waktu lahir, anak Bima itu telah bergelung rambut bundar di atas kepalanya.

Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta, tokoh Gatotkaca ditampilkan dalam enam wanda, yakni wanda Kilat, Tatit, Guntur, Panglawung, Gelap, dan Dukun. Pada tahun 1960-an Ir. Sukarno, Presiden RI, menambah lagi dengan tiga wanda ciptaannya, yakni Gatotkaca wanda Guntur Geni, Guntur Prahara, dan Guntur Samodra. Pelaksanaan pembuatan wayang Gatotkaca untuk ketiga wanda itu dilakukan oleh Ki Cerma Saweda dari Surakarta.

Mengenai soal wanda ini, ada sedikit perbedaan antara seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta dengan gagrak Yogyakarta. Di Surakarta, wanda-wanda Gatotkaca adalah wanda Tatit yang diciptakan oleh raja Kartasura, Paku Buwana II (1655 Saka atau 1733 Masehi). Bentuk badannya tegap, mukanya tidak terlalu tunduk, bahu belakang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan bahu depan.

Wanda Kilat diciptakan pada zaman pe-merintahan Paku Buwana I, yakni pada tahun 1627 Saka atau 1705 Masehi. Kedudukan bahu depan dan bahu belakang rata, mukanya agak tunduk tetapi tidak setunduk pada wanda Tatit, pinggangnya lebih ram-ping dan posisinya agak maju, sehingga menampilkan kesan gagah.

Wanda Gelap mempunyai kesan bentuk badan yang lebih kekar dan tegap, bahu belakang lebih tinggi dibandingkan dengan bahu depan, sedangkan mukanya lebih tunduk ke bawah dibandingkan dengan wanda Tatit. Kapan dan oleh siapa wanda ini diciptakan, tidak diketahui dengan jelas.

Gatotkaca wanda Gelap merupakan ciptaan keraton terakhir, yakni pada zaman pemerintahan Paku Buwana IV (1788 – 1820) di Surakarta. Badannya kekar dan kokoh, bahu belakang lebih tinggi dibandingkan bahu depan, dengan muka agak datar. Pinggangnya langsing seperti pada wanda Kilat.

Wanda Guntur, yang diciptakan pada tahun 1578 Saka atau 1656 Masehi, merupakan wanda Gatotkaca yang tertua dalam bentuknya yang kita kenal sekarang ini. Dulu, sebelum diciptakan peraga Gatotkaca wan-da Guntur, Wayang Kulit Purwa menggambarkan ben-tuk Gatotkaca sebagai raksasa, dengan tubuh besar, wajah raksasa, lengkap dengan taringnya.

Dengan pertimbangan bahwa wajah seorang anak tentu tidak jauh beda dengan orang tuanya, Sunan Amangkurat Seda Tegal Arum, raja Mataram, memerintahkan para penatah dan penyungging keraton untuk menciptakan bentuk baru peraga Gatotkaca dengan meninggalkan bentuk raksasa sama sekali.

Tubuh dan wajahnya dipantaskan sebagai anak Bima. Maka terciptalah bentuk baru Gatotkaca yang disebut wanda Guntur itu.

Bentuk badan Gatotkaca wanda Guntur menampilkan kesan kokoh, kuat, dengan bahu depan lebih rendah daripada bagu belakang, seolah mencerminkan sifat andap asor. Wajahnya juga memandang ke bawah, tunduk. Pinggangnya tidak seramping pinggang Gatotkaca wanda Kilat. Secara keseluruhan bentuk tubuh wanda Guntur seolah condong ke depan.

Sumber: bharatayudha.multiply.com (Artikel ini diambil dari http://tokohwayang.wordpress.com/2009/11/08/gatotkaca-2/

Selasa, 21 Juni 2011

karakter punakawan








Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.

Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel.

Gareng adalah punakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam bertindak. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul.

Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh punakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan Sunda juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong, yaitu Cepot atau Astrajingga. Namun bedanya, menurut versi ini, Cepot adalah anak tertua Semar. Dalam wayang banyumasan Bagong lebih dikenal dengan sebutan Bawor.

Sebagai seorang panakawan yang sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble.

Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.

Nah APA pekerjaan Sampingan MEreka ???
Gareng-petruk
kedua punakawan ini punya kerjaan yaitu memutar kincir atau kalau orang jawa bilang "kitiran"

semar-gareng
gareng selain berpasangan dengan petruk,.juga berpasangan dengan semar tapi tugasnya beda,.disini tugas semar dan gareng adalah jualan dawet

Kalau Semar Sendiri Masih Mejeng Di Wonogiri Kota Tepatnya di "Taman Selopadi"-Plinteng Semar

Senin, 20 Juni 2011

kepada anjasmara adikku



“Anjasmara, adikku, tetaplah seperti dulu.

Bulanpun lamban dalam angin, abai dalam waktu

Lewat hembusan angin musim panas
kuucapkan selamat datang di salah satu persimpangan surga dan neraka, Korea ! ”



Dan kini kau telah menginjakkan kaki di negeri bedebah 'sipal seki', negeri dimana kau akan mendapat makian yang akan membuat darahmu berdesir menggelegak hingga ubun-ubun. Di negeri ini semua akan terlihat berbeda, adat istiadat, budaya, gaya hidup, perilaku, bahasa bahkan tulisan. Kau akan belajar sesuatu yang baru di sini.



Kau harus mempelajari sistem transportasi, jadual bus, sistem pembayaran ongkos transportasi, rute peta jalur kereta listrik. Menghapal nomer bus yang akan mengantarkan ke tempat tujuanmu. Barangkali itu hal mudah bagimu.



Di negeri ini kau akan mempraktekkan semua ilmu dan petuah para guru sekaligus mendapatkan gemblengan yang akan mematangkan ilmu mendewasakan diri. Tak ada yang akan mengawasimu bahkan mungkin tak ada yang akan mengingatkanmu bila kau terjerumus khilaf. Kau bisa melakukan apapun tanpa canggung dan malu pada orang-orang karena toh mereka tak mengenalmu.



Bila kau ingin melacur tak ada yang akan mencegahmu bahkan tak ada aparat satpol PP yang akan menggerebek saat kau sedang mengumbar syahwat. Hendak menenggak alkoholpun kau bebas menenggaknya dipinggir jalan. Malah orang-orang akan mengajak dan menemanimu hingga kau puas. Inilah surga dunia, adikku.



Di negeri ini pula orang yang meyakini Allah sebagai Tuhan dianggap aneh. Tak minum alkohol dimasukkan dlm golongan barang reject 'bulyang' tak berguna. Kau akan dipaksa makan daging babi. Ditertawakan bila kau sujud tafakkur. Dikasihani dan dipandang sinis dikira sakit jiwa saat kau berpuasa di bulan Ramadhan. Orang akan marah-marah bila kau berkumis apalagi berjenggot.



Waktu akan melipatmu dalam deru dan gemuruh suara mesin. Kadang berbulan-bulan kau tak melihat matahari, kau akan tergulung dalam keriuhan atap pabrik. Pagi-pagi bangun tidur cuci muka, bergegas sarapan dan tanpa sadar ujung jarimu telah menekan tombol mesin. Pulang malam-malam hingga dini hari.



Satu-satunya pelipur lara dan pengobat kangen hanyalah canda tawa bersama teman-teman sepabrik. Anjasmara adikku, kepada teman sepabriklah kau berbagi duka dan bahagia. Kepada kakak sepabrik dan teman kau bertanya. Kepada mereka kau meminta bantuan bila kesulitan melanda. Teman sepabriklah yang kan merawatmu bila kau sakit. Menasehatimu bila kau salah. Merekalah saudaramu kini, kakak dan adikmu di rantau.



Berlomba-lombalah dalam berbuat baik terhadap sesama teman. Menyesuaikan diri dg mereka dlm hal positif. Bersama-sama masak, urunan beli bumbu. Saling mendahului mencuci bekas alat masak. Mendahului bangun pagi saat libur untuk memasak buat kawan-kawan. Tentu ada saja kawan yg mau enaknya sendiri tapi bukankah masih banyak kawan yang punya perasaan dan gak enak hati bila kalah dalam berbuat baik??



Bila kau memasak makananmu, masaklah secukupnya tak hanya sekedar pas buat kau makan sendiri, setidaknya kau berbagi dg teman. Lain waktu kau boleh mencicipi masakan temanmu. Tak elok rasanya bila tiap kau memasak hanya cukup untukmu sendiri sedangkan tanpa sungkan kau mencicipi masakan orang lain. Berbagilah dg kawan.



Tak hanya kau yg dirundung masalah ekonomi, semua orang merantau pasti terbelit masalah ekonomi. Berhemat tapi dengan menggerogoti teman sungguh bukan perbuatan terpuji, adikku. Beli dan cukupilah kebutuhan sehari-harimu dan jangan ngrepoti hak milik teman bila kau mampu mencukupi kebutuhanmu sendiri. Ingat ajaran Si Mbok pada kita untuk saling berbagi dan bergantian saling memberi, berlomba-lomba dlm berbuat baik.



Anjasmara adikku bila ada satu orang yang jengkel padamu itu cukup menyedihkan. Namun bila semua kawan jengkel pada tingkah lakumu maka kau benar-benar orang yang paling sial.



Anjasmara , adikku, Di negeri ini , di persimpangan surga dan neraka ini ,kau bebas memilih jalan yg hendak kau tempuh..kau telah menginjak dewasa.

Senin, 13 Juni 2011

makna tersembunyi dari tembang dolanan anak "sluku-sluku" bathok

Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Sala
Oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka dhuwit.

Sluku-sluku bathok, Bathoke ela-elo : berasal dari Bahasa Arab : Ghuslu-ghuslu bathnaka, artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu sebelum membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa.

Bathoke ela-elo : batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima nikmat maupun musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia, pasti mengandung hikmah.

Si Rama menyang Sala : (sirama/jawa halus)Mandilah, bersucilah, kemudian kerjakanlah shalat. Allah menciptakan Jin dan manusia tidak lain adalah agar supaya menyembah, menghambakan diri kepada-Nya.

Oleh-oleh payung motha : Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada Allah mumpung masih hidup, bertaubat sebelum datangnya maut. Manusia hidup di alam dunia tidak sekedar memburu kepentingan duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan urusan-urusan ukhrowi.

Mak jentit lolo lobah wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golekka dhuwit : Kalau sudah sampai saatnya, mati itu sak jenthitan selesai, habis itu tidak bergerak. Walau ketika hidup sebagai raja diraja, sugih banda-bandhu, mukti wibawa, ketika mati tidak ada yang dibawa. Ketika masih hidup supaya berkarya, giat berusaha.