Di Eropa dan Amrik sono konon kabarnya lintah jg dipakai untuk rekayasa operasi plastik selain hirudo terapi tadi. Harganya pun selangit, Bahkan setelah simbah nanya langsung sama Mbah Google ternyata di Indonesia ada peternak lintah yg meraup untung ratusan juta rupiah dari lintah
Padahal ditempat dan sisi lain lintah bagi sebagian orang tak ada harganya sama sekali, nggilani, geli dan ditakuti..Kalau ketemu lintah pasti ujung-ujungnya 'dipithes' dibuang atau dibunuh hidup-hidup..(loh piye to iki bahasane)? Apalah arti lintah bagi kita yang nggak tahu kegunaannya. Beda komunitas ternyata berbeda dalam menilai harganya.
Soal beda ruang beda harga ini jg dialami teman simbah yg bekerja di Korea. Dulu teman simbah ini seorang pengusaha yg lumayan sukses. Dihormati orang-orang dan relasi, bawahan dan karyawan 'munduk-munduk' bahkan biasa memarahi karyawan seenak udele. Tapi itu dulu sebelum bangkrut dan utangnya numpuk segede genthong. Untuk membayar utang, teman simbah nekad kerja di Korea.
Di Korea keadaan berbalik bahkan dia gak nyangka kalau akan mengalami nasib dikuyo-kuyo, tiap hari dimaki bahkan tak dipanggil dg namanya. Perlakuan yg merendahkan martabat ini diterima di Korea sementara di Indonesia orang-orang membungkuk-bungkuk padanya. Beda ruang beda nilai.
Simbah jg pernah ngajak salah seorang teman yang terkenal cabul. Mulutnya trocoh, dijuluki penjahat kelamin. Yang keluar dari mulutnya kalo ngobrol tak jauh dari urusan kelamin. Dia adalah boss, disegani dan ditunggu pisuhannya di kalangan perusuh. Saat berhasil simbah ajak ikut taklim, dia bilang malu dan minder duduk di majelis taklim, gak banyak omong dan persis pecundang. Padahal sebenarnya gak ada yang ngolok-olok dia.
Memang tak bisa dipungkiri, bahwa satu ruang lingkup, seringkali memiliki sistem nilai tersendiri. Di kalangan ibu-ibu arisan, profil ibu rumah tangga yang sukses adalah yang pinter ngrumpi, gelangnya sak renteng, cincinnya ngungkuli Tessy, trus fasih bercerita tentang anak-anaknya yang semuanya sudah jadi orang (yang mungkin sebelumnya masih munyuk).
Di kalangan Pengusaha, belum dianggap jos bin hebat kalo seorang pengusaha belum bisa main golep bareng pejabat. Di kalangan bikers, belum dianggep bikers sejati kalo belum naik moge yang seharga korupsi gaji 100 PNS selama setahun. Di kalangan playbaoy, belum dianggep playboy sejati kalo belum bisa meniduri JUPE (halah, opo meneh iki… ngasal).
Itulah ruang, dan itulah nilai. Ruang mengusung satu nilai yang diakui oleh penghuni ruang.
Kita semua ada di ruang yang disebut dunia. Nantinya akan masuk ruang lain,… orang menyebutnya Barzakh jg akhirat. Tidakkah kita berpikir, di ruang itu apa yang dianggap bernilai oleh si empunya ruang?? Apakah duit? Atau rupamu yg cakep? Atau titel? Atau rumah mewah, kalung emas beserta cincinnya, moge Herli Dapitson, tatoo gambar bunga di pantat? Atau yang lainnya?
Bisakah kita di ruang itu membanggakan diri bahwa kita adalah penghujat nasehat ulama, pernah tidur sama Marlyn Monroe, pernah jadi seleb, pernah lulus dari unipersitas Kambrit, pernah anu dan anu, pernah ini itu….?? Atau bangga akan kesalehan dan ilmu agama yg sundul langit, yg barangkali justru malah gak berharga di mata Allah justru krn membanggakan kesalehannya??
Bagaimana bila di tempat itu kita tak lebih berharga dibanding lintah di mata kita. Karena tak punya nilai, kebanyakan menhgisap darah dosa lalu kita 'dipithes', dipulosoro, diinjek dibakar sampai gosong sama yg punya ruang barzah. Atau sampean mo lari dr alam kubur?? No Way...kita tak punya pilihan selain pasrah pada Sang Pemberi Nilai !! MAMPUS DAH..!!