Kamis, 05 Agustus 2010

Aku, Biksu Dan Gajah

Seorang teman yang menghabiskan masa mudanya dengan belajar teologi menjelaskan apa yang sudah ia dapatkan selama belajar dalam satu kalimat yang ringkas sekaligus metaforik: belajar teologi adalah mengejar yang tak terkejar, mencari yang tak pernah sepenuhnya diketahui, dan menyingkap apa yang sebenarnya tak tersingkap.

Tapi hari itu saat liburan musim panas tiba,berkunjung ke kuil Budhist adalah hal yang paling kutunggu untuk sekedar memuaskan rasa ingin tahuku tentang kebijaksanaan Budha dan sedikit teologinya langsung dari para biksu. Guru Lee byong hwei sudah mempersiapkan segalanya untuk perjalanan esok pagi. Dan liburan musim panas kali ini adalah liburan paling eksotis dan sangat berkesan, berguru pada para biksu.

Di sana, di kuil Naksansa saya saya terhipnotis untuk melihat dari dekat aktivitas peribadatan para biksu. Dari siang, sore, malam, hanya menjelang subuh saja yang terlewatkan karena badan tak kuat menahan kantuk lelah. Capek, padahal saya hanya jeprat jepret memphoto aktivitas ibadah mereka. Tak heran bila teman China yang atheis tapi iseng ikut beribadah sekembali ke pondokan 'misuh misuh' karena dengkulnya lecet setelah bolak balik sujud di depan patung Budha ratusan kali.

Tentu banyak hal yang didapat di sela sela ibadahnya, biksu Kang Sin Song sempat menyampaikan pengajarannya pada kami. Saat duduk duduk di taman, dinner dll. Mengagumkan ! Simaklah pendapatnya tentang Tuhan pada saya yang muslim .

Mendeskripsikan Tuhan, kata biksu Kang, bagi semua umat beragama adalah seperti cerita tentang gajah dan orang orang buta yang belum pernah melihat gajah tapi bicara tentang gajah berdasar pada bagian tubuh gajah yg dipegangnya.

Si buta A yang sedang memegang kepala gajah bilang,gajah adalah makhluk serupa batu gunung.
Si buta B yang memegang perut gajah bilang bahwa gajah adalah makhluk yang mirip bedug.
Si buta C yang memegang belalai bilang bahwa gajah adalah makhluk yang mirip ular.
Si buta D yang memegang kakinya bilang bahwa gajah adalah makhluk sejenis batang pohon.

"Kita adalah orang buta yang sedang bicara Tuhan",lanjutnya. Orang Budha mungkin sedang memegang kaki gajah, orang Hindu sedang memegang kepalanya, Kristen sedang bicara tentang kaki gajah.
"Dan kau seorang Muslim seharusnya mengira telah bicara gajah dari ujung buntut sampai belalainya," katanya terkekeh sambil menepuk pundakku.

"Setiap orang harus meyakini apa yang diyakini benar dan tidak menganggap semua agama benar,pasti hanya satu yang benar atau mungkin semua salah,"lanjutnya.

"Orang yang menyamakan semua agama dan menganggap semua orang menyembah Tuhan yang sama adalah orang yang ambivalen,munafik dan jangan jangan punya kepribadian ganda,split personality!". Benar, kita memang menyembah tuhan yang berbeda tapi semua makhluk di dunia hanya punya satu Tuhan.

"Hanya saja meskipun anda meyakini bahwa teologi anda paling benar, anda juga harus menghormati keyakinan teologi orang lain". Beliau juga mengucapkan rasa salutnya pada kami yang mau mendengar ajaran Budha meski kami adalah seorang muslim.

Sambil berjalan biksu Kang bertanya,"Lalu siapa yang paling beruntung antara kamu dan saya kini setelah anda berkunjung ke kuil kami ?" Saya menggeleng, beliau berhenti dan merangkul pundakku dengan tangan kanannya, lalu menjawabnya sendiri," Anda yang paling beruntung karena anda telah belajar tentang kristen, lalu islam dan kini anda banyak bertanya tentang budha."

Ach , saya jadi malu dan tak enak hati. "Tidak,tidak biksu saya tak ada apa apanya dibanding anda." Ingin saya segera melarikan diri dan bersembunyi karena malu dengan beliau.

Beliau berharap agar saya diberi ketetapan iman Islam dan menjadi muslim yang taat, meyakini gajah dengan benar. Tidak menyamakan semua agama,karena tiap agama memilih jalan yang berbeda pula.
Tidak menyamakan keyakinan teologi semua agama adalah sama karena masing masing memiliki deskripsi dan keyakinan tentang Tuhan yang berbeda sebagaimana orang buta yang memiliki keyakinan yang berbeda tentang gajah.

Konsep atau rumusan tentang Tuhan bukanlah Tuhan itu sendiri. Bahkan walau pun seorang teolog atau sufi pernah melihat wujud Tuhan sekali pun, ia tak akan pernah bisa membahasakannya. Ini bukan semata karena Tuhan adalah ujud yang tak-ter-bahasa-kan, tapi lebih karena bahasa sendiri tak pernah memadai, bahkan untuk membahasakan sebiji pulpen sekali pun.

Beliau bercerita pada akhir perjalanan kami,Alkisah, seorang master (ajaran) zen yang dianggap luar biasa sampai-sampai dijuluki Bodhisatva, namanya Shanhui, diminta memberikan ceramah oleh seorang kaisar dari Dinasti Wu. Ia lantas naik ke mimbar, lalu memukul meja, setelah itu pergi. Hanya begitu saja. Kaisar kebingungan. Disebut-sebut, Shanhui lantas bicara: “Tidakkah Paduka memahami jika saya telah selesai berbicara?”.

Setidaknya saya, setelah kunjungan ke kuil itu makin menambah keyakinan Islam seperti nasehat biksu Kang. Ya, sudah semestinya setiap umat beragama memiliki fanatisme terhadap apa yang diyakini tapi wajib menghormati umat lain yang berbeda keyakinan. LAKUM DINUKUM WALIYADIN,Jalan anda adalah jalan anda sedangkan jalanku adalah yang saya yakini benar .Saya tak menyembah apa yang anda sembah dan anda tak menyembah apa yang kami sembah,kita berbeda tapi dengan segela kerendahan hati saya tundukkan kepala penuh hormat pada anda ,biksu Kang! Terimakasih banyak atas keharmonisan yang anda ajarkan pada kami.

BIMOMUKTI THE SNOWMAN,SEOUL.

0 comments:

Posting Komentar