Jumat, 01 April 2011

ngintip siswa Kor Sel

Sekarang mari kita ngintip suasana belajar mengajar di banyak sekolah korsel. Menurut teman saya, suasana persekolahan berbeda antar satu sekolah satu dg yg lain. Namun setidaknya bisa ditarik benang merah secara umum suasana belajar mengajar di korsel. 

Baiklah mari kita mulai dari gerbang sekolah. Gerbang akan tutup setelah waktu menunjukkan jam belajar dimulai sekitar pukul 08:00. Bila ada yg terlambat biasanya mereka akan berhadapan dg guru penegak disiplin di gerbang sekolah lalu menerima hukuman yg bervariasi, mulai push-up, lari mutar lapangan, berdiri di bawah bendera, atau disuruh nungging dg ujung kepala menyentuh lantai, kaki lurus dan tangan di belakang pinggang..wis njajal dipraktekkan...


Mereka akan mengucapakan salam, "anyong haseo' yg artinya mirip dg 'assalamu'alaikum' pada setiap guru ataupun kakak kelasnya. Rasa hormat pada guru tampak jelas dari sikap mereka saat berpapasan dg guru, sedikit membungkuk tak lupa mengucap salam. Rasa hormat dan sikap kaku antara murid dan guru barangkali mengingatkan kita dg sekolah Indonesia di era '60-an atau '80-an.

Di kelas sangat jarang terjadi interupsi ataupun pertanyaan saat guru sedang menerangkan. Biasanya pertanyaan akan berlangsung saat kelas usai ketika guru berjalan di lorong sekolah atau duduk santai. Mereka menulis dan membaca dg huruf Korea yg disebut Han Gel. Tentu, mereka akan gelagapan bila disuruh membaca atau menulis huruf latin. Bukan berarti tak diajarkan tapi agaknya faktor cinta budaya nasional lebih besar.


Meski begitu pelajaran bahasa Inggris diajarkan mulai SD kelas tiga bahkan dg mendatangkan langsung guru bule di dalam kelas. Sistem pembelajaran lebih menekankan pada percakapan santai daripada hafalan grammar. Mungkin mereka berkaca pada para TKI yg pada awalnya sulit berbahasa korea namun pada akhirnya bisa lancar berbahasa korea karena seringnya percakapan langsung sehari-hari.

Masalah displin memang menjadi pilar pendidikan. Dulu orang tua merespon laporan pelanggaran disiplin yg dilakukan anaknya dengan mengirimkan beras sebagai permintaan maaf karena telah menyebabkan guru khawatir dan kesulitan. Namun sejak tahun 1999, guru tidak lagi memiliki wewenang hukum untuk mengatur hukuman fisik dan diganti dg hukuman yg bersifat edukatif.

Saya pernah bertanya pada teman yg memiliki anak seusia SLTP tentang bagaimana menanamkan rasa tanggungjawab dan disiplin pada anaknya. Dia bilang bahwa dia telah bercerita banyak tentang keras dan beratnya hidup bila hanya berpendidikan SMU lalu bekerja sebagai buruh pabrik seperti dia. Orang tua menyerahkan keputusan masa depan pada anaknya ingin jadi kuli atau mendapatkan pekerjaan yg lebih baik dan gaji besar.


Sebagai gambaran, dg gaji buruh sekitar 1500 dolar itu masih kurang. untuk bayar listrik, air , makan, sewa apartement atau rumah dan biaya sekolah masih sangat cupet. Bahkan sopir beghoe depan pabrik yg bergaji 3000 dolar saja merasa masih sesak nafas. Itu belum beli apartment seharga sekitar 300.000 dolar. Tak heran bila banyak bujang lapuk yg gak berani nikah mengingat 'rekoso'nya jadi orang Korea.


Mereka harus kerja keras berangkat pagi pulang malam setiap hari dan belum tentu bisa nabung. Jadi meskipun korsel termasuk negara  maju namun sesungguhnya lebih rekoso dibanding petani di Sleman dg pendapatan 50 dolar sebulan.


Melihat kenyataan hidup yg ditanamkan para orang tua sejak kanak-kanak mereka berusaha sungguh-sungguh untuk berprestasi agar bisa hidup nyaman. Orang Korea bahkan selalu mengingat-ingat jaman susah-susahnya saat baru saja dijajah Jepang. Seperti makan dg tak pernah menyisakan nasi, menanyakan kabar dg ungkapan, "sudah makan belum?" saat bertemu tmn, bila dijawab sudah berarti kabar baik tp kalau dijawab belum itu berarti sedang sakit atau tak punya nasi untuk dimakan. 


Mereka bukan bangsa pelupa yg dg mudah melupakan sejarah kelam negerinya, mereka akan menceritakan kisah itu turun temurun pada anak cucu agar mereka terpacu semangat dan berusaha utk tak jatuh pada kesengsaraan yg sama. 


bimomuktu the snow man

 

0 comments:

Posting Komentar