Selasa, 07 April 2009

sederhana bukan berarti miskin


Sebenarnya ada banyak pelajaran dari krisis keuangan yang bisa kita ambil dalam pengelolaan keuangan individu dan rumah tangga. Misalnya, pernahkah Anda mencoba menghitung keuangan pribadi Anda? Berapa banyak utang (atau cicilan utang) yang harus dibayar dibandingkan dengan pendapatan bersih yang Anda peroleh? Apakah Anda yakin bahwa utang bisa Anda kelola tanpa mengganggu kehidupan Anda?

Jujur saja, melihat situasi belakangan ini sering membuat saya kuatir. Promosi kredit dilepas secara jor-joran. Orang bisa mengambil motor baru tanpa uang muka. Mobil juga bisa dibawa pulang hanya dengan DP beberapa juta rupiah saja. Belum lagi bila menghitung proses credit scoring yang sering diabaikan hanya demi mengejar target. Lebih parah lagi, kredit tersebut digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumsi, bukan untuk aktivitas produktif.

Saya pernah takjub melihat kernet bus mengantongi ponsel canggih berkamera, sementara salah satu eksekutif perusahaan terkemuka di Indonesia masih menggunakan ponsel lama sebesar batu bata. Saya juga geleng-geleng kepala melihat ada karyawan memaksakan diri mengambil kredit mobil BMW sementara bosnya hanya bermobil Corolla lawas. Agaknya ada yang salah dengan masyarakat kita dalam membedakan antara mana yang diinginkan dan mana yang diperlukan.

Daripada memaksakan diri untuk terlihat luar biasa, mengapa tak mencoba tampil sederhana dan apa adanya? Menurut saya, jauh lebih baik terlihat biasa-biasa saja daripada terlihat kaya (padahal sebenarnya tak punya apa-apa).Sederhana bukan berarti miskin bukan ,tokh kita juga tidak akan terbebani bila sewaktu-waktu kita benar-benar bangkrut.Why,soalnya semanjak dulu penampilan kita emang biasa2 saja.RENDAH HATI TIDAK AKAN MERENDAHKAN HARGA DIRI KITA.

0 comments:

Posting Komentar