Senin, 25 Oktober 2010

Layunya Para Bunga *ayat-ayat yang terhampar di taman*


Tiap jam istirahat kerja, saya biasa nongkrong di taman depan pabrik. Dari gardu di pinggir taman itu saya dg leluasa bisa mengamati seluruh isi taman; bunga, rumput, burung, tanaman lain juga beberapa batang cemara. Menyaksikan taman itu serasa sedang menonton film animasi 4 D. Mendengar sekaligus menyaksikan bagaimana hari demi hari mereka bercakap-cakap dan berdebat hingga part sedihnya.

Saat musim semi tiba cerita itu dimulai, ketika tunas-tunas tanaman mulai bersembulan dan pucuk daun muda berebut keluar dari ranting pohonnya,menakjubkan. Burung-burung bersiulan, bernyanyi dan menari menyambut kedatangan penghuni taman. Lalu saat kuncup bunga mulai bermekaran dan daun tumbuhan mulai menunjukkan ujud aslinya, taman itu makin riuh rendah oleh nyanyian mereka.

Ini tentu cerita lama. Ketika bunga-bunga mulai narsis dan mengukuhkan keangkuhannya. Lalu syair yang mereka dendangkan menjadi syair membosankan karena hanya berisi puja puji diri sendiri. Bahkan mulai meledek senior mereka, Cemara. Cemara yang tak punya bunga dan daun indah menjadi bahan ledekan.

Saya tahu mengapa cemara hanya diam dan tersenyum saat para tumbuhan dan bunga meledeknya. Karena Cemara telah melewati begitu banyak musim dan penggalan waktu. Tahun yang lalu dan tahun lalu lagi, hal sama pernah terjadi. Dan selalu berakhir saat musim gugur tiba seperti musim gugur ini, bunga dan gerombolannya yang dulu begitu angkuh dan sombong oleh kecantikannya tak berdaya oleh berjalannya waktu bergantinya musim.

Saat musim gugur tiba daun-daun mulai meranggas dan bunga mulai layu. Kisah itu menjadi begitu getir ketika salju mulai turun, bunga dan tumbuhan mengering kecuali Cemara. Cemara tetap tegak ditempatnya menangisi keluarganya yang harus menyerah pada alam. Cemara tak pernah peduli dengan ejekan mereka, dia hanya selalu tersenyum menjadi bulan-bulanan tumbuhan lain dan ilalang. Karena sekali lagi, dia tahu kecantikan dan kemewahan bunga hanya bertahan semusim lalu layu dan kering tertutup salju.

Taman itu kembali hening..hanya burung yang tetap bertengger di pundak cemara. Maka saat taman menjadi begitu hening dan dingin tatkala salju mulai mengambil peran di taman. Bahkan lancang menutupi ketabahan Cemara dengan tubuh putihnya. Cemara sekali lagi menunjukkan kekokohannya,bukan sekedar batang dan daun yang tahan segala cuaca tapi Cemara menyambut gembira para salju menjadi pengisi taman. Karena dia tahu, seindahnya salju pasti akan mencair dan lenyap meresap ke tanah atau melesat ke udara menjadi uap saat musim semi tiba.

Sementara itu, burung akan selalu mengisahkan kisah tumbangnya para penghuni taman dengan keangkuhannya yang harus musnah oleh pergantian masa pada anak-anaknya, semoga anak keturunan para burung bisa mengambil hikmah dari ayat yang terhampar di depan mata.

bimomukti the snow man ,seoul '10/10/09

1 comments:

Nessa MetaKartika mengatakan...

duh... romantisnya...

Posting Komentar