Rabu, 10 November 2010

Bimo Gugat


Ini adalah di luar kebiasaan Bimo. Tiba-tiba dia curhat pada bapaknya tentang ibu. Biasanya dia akan bercerita sampai terpingkal-pingkal tentang petualangan 'gendeng'nya seharian. Atau menunjukkan keterampilan barunya pada bapak dengan 'kemaki'. Kadang juga memuja muji ibunya, ini bila ada udang di balik batu.

" Bah, Bimo mo curhat nih..tapi ini rahasia laki-laki loh," Bimo memulai aksinya.
Ibunya yang sedari tadi duduk di sampingnya hanya bisa nyengir dan segera pergi meninggalkan dua laki-laki tercintanya untuk 'ngegosip', begitu ibu menyebutnya bila bapak dan anak itu sedang ingin berdua.

"Ini tentang ibu Bah, Bimo mau komplain tapi Abah jangan marahin Ibu yach..!" pinta Bimo memulai curhatnya.
"Begini Bah, beberapa hari belakangan ini ibu terlalu sering berbicara dengan bahasa Indonesia, Bimo merasa gak nyaman kayak di sekolah aja. Abah khan dulu berpesan untuk selalu berbicara pake bahasanya ibu,bahasa Jawa halus agar Bimo belajar bahasa yang halus dan sopan..?" kata Bimo setengah berbisik.
"Terus yang kedua beberapa hari ini Ibu gak masak, tapi beli dari warung, Bimo suka bila Ibu menghidangkan masakannya sendiri, pasti sambil tersenyum-senyum, memuji-muji masakannya..kelihatan bangga dan seneng gitu loh Bah...", adu Bimo sambil menerawang langit-langit rumah.
"Yang paling Bimo sebel ,beberapa hari ini Ibu sibuk kuliah. Terus gak jemput Bimo, malah nyuruh Mas Ucil yang jemput.",bibirnya mulai menyong pertanda sedang sebel banget.
"Seharian Bimo cuman nonton teve..saatnya mau tidur Ibu malah udah ketiduran duluan,gak ada acara ngobrol-ngobrol sebelum tidur Bah..",ujar Bimo merengut.
---------------------------------------------------------------------
Obrolan dengan Bimo itu membuat saya tercenung. Betapa anak-anak jaman sekarang telah terenggut sebagian kebahagiaan masa kecilnya oleh kebutuhan hidup. Bimo mungkin tak mengerti kadang orang tua jaman sekarang harus lebih bekerja keras agar masa depan mereka lebih baik. Atau malah agar ambisi dan gengsi tercukupi..?

Dulu,anak-anak sarapan dengan makanan buatan ibunya, menyesap air susu langsung dari puting ibunya. Kini, semua hal sepele itu perlahan-lahan digantikan oleh pasar. Makanan cepat saji dan susu kaleng meresap pelan-pelan ke dalam setiap pori-pori anak-anak.

Tak ada lagi dongeng yang dikisahkan saat anak-anak ditimang-timang ibunya. Malah sang ibu cerita tentang gosip infotainment di televisi atau malah si anak bareng-bareng nonton gosip bareng ibu atau pengasuhnya. Tak ada lagi “bahasa ibu” dalam pengertiannya yang paling dalam. “Bahasa ibu” di sini bukan semata bahasa daerah sebagai alat komunikasi, melainkan juga cara berpikir, rumah pikiran. Bahasa ibu adalah kompas pertama bagi anak-anak dalam mengarungi dunia dan kehidupan, penentu orientasi nilai-nilai. Para orang tua justru berbicara dengan bahasa Indonesia yang notabene pasti akan didapat di sekolah.

Anak-anak tidak lagi diperkenalkan dengan dialek daerah yang kaya ungkapan emosional yang sulit didapat dalam bahasa Indonesia. Mestinya setiap anak harus dibekali identitas kesukuan agar keragaman budaya Indonesia tetap terjaga. Bukankah Allah menciptakan kita bersuku-suku agar saling mengenal?

Kini, bahasa ibu itu telah digantikan oleh televisi. Bahasa televisi menjadi bahasa asal, bahasa pertama, sekaligus bahasa sehari anak-anak sekarang. Jangan heran jika gaya tutur anak-anak sekarang nyaris mirip dengan apa yang disajikan televisi, lengkap dengan logat ala sinetron, berikut kelakuan dan cara berpakaian macam tokoh-tokoh sinetron.

Ini bukan persoalan sederhana, tapi betul-betul mendasar, karena menggambarkan satu mutasi yang dashyat: Jika dulu ibu adalah tempat anak-anak pulang, kini ibu sendiri yang jutru pulang menuju anak-anaknya. Barangkali, kelak Bimo akan menulis sebuah note 'menggugat emnsipasi wanita'.

bimomukti the snowman,seoul

0 comments:

Posting Komentar